Halaman

Kamis, 14 Juni 2012

SESALKU YANG TERLAMBAT

Awal mengenal dunia kampus yang penuh tawa dan warna-warni keceriahan para Mahasiswa baru. Wajah-wajah asing masih terlihat di sana-sini.

Aku si pendiam “ sebutan kawan-kawan yang belum kenal dan mengerti keramahan aku bila keakraban telah terjalin “ duduk di bangku paling belakang ruang kelasku yang belum terlalu mengenal satu sama lain.

Awal hariku di dunia kampus yang kujejaki setiap harinya hampir sama dan berjalan beberapa pekan awal perkuliahan hingga Aku mengenal Tina seorang gadis bertingkah tomboy melalui Rifka seorang teman yang lebih dahulu kukenal dari sewaktu ospek. Perkenalanku dengan Tina diawali dari keisengan Rifka dan Tina yang duduk di lantai dua gedung kampus berbincang dan entah apa yang mereka perbincangkan sampai mereka terfikir untuk mengirimkan SMS misterius padaku yang duduk diantara teman di kantin depan kampus, Aku dengan rasa penasaran yang tinggi meminta mereka untuk jujur namun mereka tatap saja tak mau mengungkap identitas mereka hingga Aku membalas pesan singkat dari telepon seluler yang mereka kirim dengan kata-kata yang sedikit kasar dengan tujuan agar mereka mau mengungkapkan siapa mereka sebenarnya.

Sore sekitar jam 16:46 aku berjalan keluar dari kelas menuju jalan di sisi sebelah kiri parkiran non permanen di depan kampus. Tanpa disadari Tina dan Rifka mennghampiriku dan sesaat kemudian menepuk pundakku dengan buku yang dipegangnya dan mengatakan.

“ kamu kasar juga ternyata, tak pernah kusangka dirimu yang terlihat pendiam bisa sekasar itu”

Kata Tina dengan penuh kehangatan dan senyum senyum ramah dari bibirnya

“maaf, Aku mengira itu bukan ulah kalian”

Pertemuan Aku dan Tina pun semakin akrab dari hari kehari, baik itu jika pulang bersama duduk berdampingan di pojok paling belakang mikrolet maupun komunikasi lewat telekomunikasi seluler yang semakin lancar..

Kring…kring…kring…. Hand phone berbunyi dengan nama Tina di layar beberapa inci telepon genggamku, dengan mata setengah terpejam Aku pun segera menjawabnya

“hallo…”

“ hallo, assalamu alaikum”

“ waalaikum salam, ada apa?”

“tak ada apa-apa, udah tidur ya?”

“belum… kenapa, ada yang bisa saya bantu”

Akupun segera beranjak menuju sebuah kursi dekat sumur di pojok bagian belakang gubukku dengan tujuan menghindari adanya kebisingan yang bisa mengganggu ketenangan keluaragaku yang telah tertidur walau harus merelakan sekujur tubuh dipenuhi bekas gigitan nyamuk. Dari pojok sanalah untaian kata demi kata terlontarkan hingga kami menjalin hubungan yang lebih akrab dan dari sana pula ikrar cinta tercetus dari bibir kami sebagai pasangan muda yang mengawali kisah cinta. 

Awal perjalanan cinta antara kami pun diwarnai dengan bahagia dan warna-warni penawar ketegangan menjalani hari-hari, hampir setiap waktu dihabiskan bersama menyulam bahagia layaknya pasangan muda-mudi lainya. Terkadang rasa tidak sabar datang menantikan waktu siang yang menandakan sebentar lagi waktunya untuk berangkat menuju kampus dan menemui kekasih yang menyulap rindu jadi bahagia.

Perjalanan cinta kami baru seumur jagung, keharmonisan kami mulai diwarnai pertentangan dan pertegkaran karena perbedaan pendapat yang terjadi terhadap suatu hal yang sepele. Ternyata belum setahun usia hubungan kami bukan lagi hanya pertengkaran yang menghias namun air mata pun kerap menetes dari kedua kelopak mata indahnya. Untungnya Tina dengan ketegaran dan kesabarannya masih mampu menahan beban yang kuberikan yang tanpa kusadari bahwa itu adalah sebuah kekhilafan yang dapat membuat hatinya remuk dan hancur. Aku belum menyadari kala itu pahitnya bila kehilangan sosok penyayang seperti Tina. Pertengkaran hebatpun terjadi pada kami

“Kenapa sikap kamu begitu berubah..” (ucap Tina sambil membuang pandangan dariku).

 Aku menanggapidengan muka yang memerah penuah amarah karena merasa tak terima dengan apa yang disangkakan Tina padaku.

Aku: “Sikap apa yang berubah?, tak usah kamu terlalu banyak menanggapi dan memperotes diriku yang seperti ini.”

Tina: “belakangan ini kamu memang banyak berubah dengan tingkahmu yang seolah tak memperhatikanku meskipun di saat saya sangat membutuhkan perhatianmu”

Aku:  “Sudahlah, mugkin kamu yang terlalu banyak mengatur hidupku.”

Tina: “bukan aku mengatur hidupmu, saya cuma menuntut perhatian darimu yang tak lagi kurasakan selain amarah yang kamu lampiaskan padaku”

Aku: bila kamu merasa tak mampu lagi bertahan denganku, maka akhiri saja hubungan ini

 

Hingga ketika hubungan Aku dan Tina kandas dikarenakan Tina yang tak lagi mampu menahan sakit yang kuberikan dari setiap rasa ego dan kasarku terhadapnya sebagai seorang wanita yang seharusnya disayang dan dilindungi. Aku tak pernah menyadari hal tersebut kala itu. Akan tetapi atas kebesaran hati Tina, Tina masih mau memberikan kesempatan terhadapku untuk memperbaiki setiap kesalahanku dan kembali menjalin hubungan. Menyedihkan, hubungan kami kembali diwarnai perbedaan pendapat dari sikap ego dan kasarku, hari-hari Tina pun diwarnai dengan masalah yang jarang memberinya kesempatan walau hanya buat tersenyum. 

Akhirnya, hubungan bubar untuk yang ke dua kalinya. Dan semua itu karena sikapku yang tak pernah mengerti Tina. Hingga pengharapan pada batin gadis yang jarang menemukan kebahagiaaan bila bersamaku ini selama lebih dari lima bulan lamanya tersimpan untukku agar bisa kembali dan sadar akan setiap tingkahku yang tak wajar terhadapnya sebagai belahan jiwa yang disayang, berharap kiranya aku dapat memberinya kebahagiaan layaknya awal-awal kebersamaan dulu namun yang kuberikan bukanya kebahagiaan tetapi malah menambah beban penderitaan pada hati Tina. Terkadang aku melintas di hadapan Tina dengan rasa cuek dan terkadang pula rasa cemburunya terabaikan layaknya angin lalu yang melintas di sekitarku. Sungguh ego diriku kala itu.

Aku melakukan semua itu berdasarkan atas sebuah alasan yang mungkin belum diketahuinya hingga kini yang seakan memaksakanku berbuat seperti itu agar nantinya bisa terpenuhi apa yang didambakannya dan begitupun dengan Aku, yakni cinta dan kasih sayang seutuhnya yang dapat dirasakan pada jenjang yang lebih dekat dari sebuah ikatan hubungan berpacaran atau sebut saja itu pernikahan. Aku sangat yakin Tina sangat terpukul dengan semua kenyataan pahit masa laluku bersamanya bila ia tak mengetahui alasan Aku melakukan hal tersebut, yaitu hal yang membuatnya menderita dan menjerit dalam hati meneriakkan perasaan sakit yang dialaminya selama hampir dua tahun. Tapi sungguh, semua itu kulakukan hanya unutuk membuat Tina sedikit dewasa yang masih sangat terikat dengan makna pacaran yang dikenal di masa remaja.

 Perlahan Tina pun mulai bangkit dari keterpurukannya mengenang semua tingkahku yang olehnya dinggap suatu kebohongan, serta perih masa lalu yang suram bersamaku dengan bantuan kedua sahabatnya Nola dan Widi yang terus menerus memberikan motivasi serta solusi padanya hingga Tina mengambil sebuah keputusan untuk tak akan lagi mencintai orang yang tak cinta denganya. Nasib baik baginya, seorang lelaki yang olehnya dipanggil dengan sebutan “Daeng” menghampiri puing-puing hatinya yang telah hancur dan dengan perlahan menyatukannya kembali dengan cara membangkitkannya dan membuatnya kembali menampakkan senyum indahnya pada dunia yang mungkin telah rindu dengan senyuman dari seorang wanita berhati tegar yang sempat terjatuh oleh penderitaan yang berkepanjangan.

Hari demi hari keakraban antara Daeng dan Tina semakin dalam. Dan Tina pun merasakan bahwa sosok Daeng adalah penyelamat jiwanya yang tentu saja berbeda dengan Aku yang hanya mampu menorehkan luka pada jiwa lemah dari sisi wanitanya.

 

Dari sinilah penderitaan Aku dimulai yang cemburu melihat perilaku Daeng dan Tina yang semakin hari hubungan mereka semakin dekat. Aku tak tau lagi harus bagaimana menyikapi hal tersebut. Kini hanyalah penyesalan yang dalam dari lubuk hatiku  “ mengapa tak kuteruskan saja kisah kisahku dulu bersamanya dan tak usah memperdulikan apa yang aku takutkan”. Kesalku berkecamuk dalam hati, tak tahu mengapa baru sekarang terpikir hal ini. Atau mungkun Tuhan membalasku sebagai karma dari sakit hati yang seakan kini berada padaku?. Tak semestinya Aku mengecewakan Tina dengan alasan yang tak perlu membuatku ragu untuk tetap menjalin kisah kasih bersamanya dahulu. 

Aku dengan segala penyesalanku mencoba untuk menjelaskan sedikit dari apa yang sebenarnya terjadi pada diriku saat ini namun kini setiap kata yang terlontar tak lagi bermakna baginya walau dengan diiringi air mata penyesalan sekalipun.

           “mengapa baru sekarang, kemana saja kau selama ini? Apa kau tak pernah menyadari betapa sakitnya diriku yang kau tinggalkan”

“tapi….. (aku mencoba mengunkapkannya dengan mata berkaca-kaca)”

“ sudahlah, bila kau mengharap sebuah kesempatan lagi dariku, maka itu adalah hal yang tak mungkin lagi. Diriku tak mungkin lagi mau terjatuh untuk ke tiga kalinya”

Aku tak mampu berbuat apa-apa mendengar setiap kata yang diungkapnya dengan rasa trauma yang jelas tergambar dari sorot mata di balik kaca matanya yang bening.

“tak usah kamu seperti itu sebab yang ada kamu hanya akan menambah sakitku saja. Pulanglah….!. terus terang, aku bisa tertawa dan bangkit kembali semua itu tak lepas dari kehadiran sosok Daeng di hatiku”. Penjelasan Tina di tepi jalan dekat sebuah jembatan tua jalan pintas menuju kediamannya tempat aku meghentikan laju sepeda motor Tina kala itu. Penggalan kata itu meyakinkanku bahwa kini Tina benar-benar telah menyukai Daeng sebagai sosok yang telah meluluhkan hatinya dan telah berhasil menutup pintu maaf  Tina terhadapku.

 “ tak ada gunanya air mata merembes kawan, malahan yang akan terjadi adalah Tina akan menertawakannmu atas tingkahmu yang cengeng dan tak seperti sosok lamamu yang kukenal dengan sikap enjoy dari setiap masalah yang mencoba untuk menghampirimu. Tetaplah tegar dan jangan terlalu larut dalam kesedihan”. Ucapan dari salah seorang teman Tina itu masih terngiang hingga kini.

Pengharapanku terhadap Tina perlahan mulai kutepiskan walau terkadang Aku kesulitan menahan rasa sakit dan perih yang bergejolak dalam batinku. Namun, Aku yakin bahwa cinta tak harus dilambangkan dengan ikatan dan rasa saling memiliki akan tetapi cinta adalah bila mana kita mampu menukar hal yang paling berharga dengan sesuatu yang mampu membuatnya merasakan suatu kebahagiaan walau dengan merelakannya berpindah pada hati yang lain sekalipun.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar