Halaman

Minggu, 24 Juni 2012

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM PEMBENTUKAN KATA


BAB I
PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang

Dewasa ini, bahasa Indonesia  semakin diminati oleh orang-orang asing atau orang luar negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyak dibukanya lembaga-lembaga yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing baik di Indonesia maupun di luar negeri. Namun tidak dinafikkan adanya keaslaha-kesalahan yang terjadi dalam penggunaan bahasa tersebut.
Ada dua jenis kesalahan berbahasa yakni,  (1)  kesalahan terbuka dan (2) kesalahan tertutup. Kesalahan terbuka adalah kesalahan berbahasa pada tingkat ketatabahasaan yang terlihat dalam kalimat-kalimat yang dihasilkan pembelajar. Kesalahan tertutup merupakan kesalahan yang tersembunyi di balik kalimat yang tersusun secara benar menurut tata bahasa; secara benar menurut kaidah ketatabahasaan tetapi tidak benar dari sudut semantiknya. Lebih lanjut dikatakan  bahwa kesalahan-kesalahan terjadi karena adanya kesulitan dari pembelajar mempunyai arti yang penting bagi peneliti yaitu mereka dapat bukti tentang cara bahasa itu dipelajari terlebih dapat diketahui strategi atau metode yang tepat untuk pembelajarannya (Soenardji, 1989: 143-144).

2.  Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang  di atas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Pengertian Kesalahan Berbahasa ?
2.      Kesalahan Pembentukan Kata ?
3.      Kesalahan Pembentukan Dan Pemilihan Kata ?

3. Tujuan Penulisan

            Tujuan – tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Menjelaskan Pengertian Kesalahan Berbahasa
2.      Menjelaskan Kesalahan Pembentukan Kata
3.      Menjelaskan Kesalahan Pembentukan Dan Pemilihan Kata


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in Language Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form) khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa yang pertama-tama harus dipikirkan sebelum mengadakan pembahasan tentang berbagai pendekatan dan analisis kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan atau kesalahan. Sebagian besar guru bahasa Indonesia menggunakan kriteria ragam bahasa baku sebagai standar penyimpangan.
Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh S. Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics. Dikemukakan oleh Corder bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode. Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur asli maupun bukan penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan berbahasa.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas, dapatlah dikemukakan bahwa kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adapun sistem kaidah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau kriteria untuk menentukan suatu bentuk tuturan salah atau tidak adalah sistem kaidah bahasa baku. Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Karakteristik bahasa baku antara lain adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan konjungsi-konjungsi seperti bahwa, karena secara konsisten dan eksplisit.
  1. Penggunaan partikel kah dan pun secara konsisten.
    1. Penggunaan fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten.
    2. Penggunaan meN- dan ber- secara konsisten.
    3. Penggunaan pola frase verbal aspek+agen+verba secara konsisten, misalnya Surat ini sudah saya baca. Bandingkan dengan bentuk yang sudah baku Surat ini saya sudah baca.
    4. Penggunaan konstruksi yang sintetis, misalnya mobilnya bandingkan dengan bentuk yang tidak baku dia punya mobil, membersiihkan bandingkan dengan bentuk tidak baku bikin bersih, memberi tahu bandingkan dengan bentuk tidak  baku kasih tahu.
    5. Terbatasnya jumlah unsur leksikal dan gramatikal dari dialek-dialek regional dan bahasa-bahasa daerah yang masih dianggap asing.
    6. Pengunaan popularitas tutur sapa yang konsisten, misalnya saya-tuan, saya-saudara.
    7. Pengunaan unsur-unsur leksikal yang baku, misalnya:
Leksikal baku Leksikal tidak baku
mengapa                                                           kenapa
begini                                                                gini
berkata                                                              bilang
tidak                                                                  nggak
tetapi                                                                 tapi
Senin                                                                 Senen
Rabu                                                                 Rebo
Kamis                                                               Kamis
Jumat                                                                Jum’at
Sabtu                                                                 Saptu
daripada                                                           ketimbang
senyampang                                                   mumpung
seperti                                                                 kayak
oleh karena itu                                                makanya
Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang. Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis kerena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan. Kekeliruan berbahasa tidak terjadi secara sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasai.
Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melaflakan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dsb. Kekeliruan ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada berbaga tataran linguistik. Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh siswa bila yang bersangkutan, lebih mawas diri, lebih sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya telah mengetahui sistem linguistik bahasa yang digunakan, tetapi karena suatu hal dia lupa akan sistem tersebut. Kelupaan itu biasanya tidak lama.
Sebaliknya, kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi, artinya siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara  konsisten dan sistematis. Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbaikan biasanya dilakukan oleh guru, misalnya melalui remedial, latihan, praktik, dsb. Sering dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman siswa tentang sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya ternyata kurang, kesalahan berbahasa tentu sering terjadi. Namun, kesalahan berbahasa akan berkurang apabila tahap pemahaman semakin meningkat. Perhatikan tabel berikut ini!
KATEGORI
Sudut pandang
KESALAHAN
KEKELIRUAN
  1. Sumber
  2. Sifat
  3. Durasi
  4. Sistem Linguistik
  5. Hasil
  6. Perbaikan
KompetensiSistematis
Agak Lama
Belum Dikuasai
Penyimpangan
Dibantu oleh guru: latihan, pengajaran remedial
PerformansiTidak Sistematis
Sementara
Sudah Dikuasai
Penyimpangan
Siswa Sendiri
Pemusatan Perhatian

2.2. Kesalahan Pembentukan Kata
A.    Kesalahan Bentukan.
Faktor afiksasi memegang peranan penting dalam pemakaian bahasa Indonesia, khususnya dalam segi pembentukan kata. Menurut posisinya, afiks atau imbuhan bahasa Indonesia terbagi atas tiga jenis imbuhan, jenis awalan, akhiran, dan sisipan. Di antara ketiga jenis imbuhan, jenis yang disebut terakhir tidak begitu produktif dalam peristiwa pembentukan kata. Karena itu, kesalahan pemakaian jenis imbuhan tersebut tidak begitu banyak dilakukan para pemakai bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan kedua jenis imbuhan lainnya.
            Dalam kata bentuk-bentuk awalan menduduki posisi awal kata. Awalan yang tinggi frekuensi pemakaiannya yaitu: awalan meng-, ber-, pe-, ber-, di-, ke-, ter-, dan se-. Di antara awalan itu di samping ada yang memiliki bentuk yang tetap, terdapat pula yang mengalami bentuk perubahan bunyi. Hal itu tidak menutup kemungkinan para pemakai bahasa Indonesia dalam melakukan kesalahan mengucapkan bentuk-bentuk tersebut. Kesalahan lainnya dapat terjadi dalam segi fungsi awalan itu, baik dalam segi gramatikalnya maupun semantisnya. Kesalahan-kesalahan dalam pemakaian awalan akan kita analisis pada bagian pertama modul.

B.     Kesalahan Bidang Imbuhan.
            Akhiran merupakan jenis imbuhan atau afiks yang menduduki posisi akhir kata bentukan. Ada tiga macam akhiran bentukan utama bahasa Indonesia, yaitu akhiran an, kan, dan i. Dalam peristiwa pembentukan kata ketiga akhiran itu tidak mengalami perubahan bentuk. Contoh: makan+_an manjadi makanan, lari+ kan menjadi larikan garam+ i menjadi garami.
Alaupun demikian, terdapat keistimewaan pada peristiwa pembentukan kata dengan –i. Hal ini –i tidak pernah menghasilkan kata bentukan dari kata dasar yang terakhir dengan fonem i, misalnya kata dasar lari, mati, suci, padi tidak dapat dibentuk menjadi larii, matii, suci dan sebagainya.
            Dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan pemakaian akhiran baik dalam segi bentuk ataupun fungsinya. Ditinjau dari segi bentuk kata, pemakaian akhiran i pada contoh kalimat-kalimt (1) dari sistem akhiran i bahasa Indonesia. Dalam hal ini, kata dasar kursi berakhir dengan /i/ sehingga tidak mungkin dibentuk lagi dengan akhiran i. Tetapi, dilihat dari fungsinya i pada kedua bentukan itu berfungsi gramatik; yaitu membentuk kata kerja transitif. Begitu pula, akhiran tersebut berfungsi semantik, yaitu mengandung makna “memberikan“ atau “membubuhkan”. Cara lain untuk mengemukakan maksud atau gagasan yang terkandung dalam bentuk tersebut yaitu pembentukan kata dengan menggunakan akhiran in seperti terlihat pada contoh kalimat di bawahnya.

C.    Kesalahan Berbahasa dalam Penggabungan Imbuhan.
            Dalam peristiwa pembentukan kata sering terjadi peristiwa penggabungan imbuhan, baik antara awalan dengan awalan ataupun antara awalan dengan akhiran. Dalam hal ini terdapat dua macam penggabungan, yaitu penggabung yang dilakukan secara serempak dan penggabungan yang dilakukan secara bertahap. Hal yang pertama, misalnya terjadi pada kata kekuatan, perdebatan, pemukulan. Dalam  hal ini ke-an, per-an dan peN-an secara serempak membentuk ketiga kata bentukan di atas dengan menggunakan kata dasar kuat, debat dan pukul. Karena kedua macam imbuhan itu masing-masing tidak berdiri sendiri, maka makna yang dikandungnya pun merupakan satu kesatuan. Imbuhan seperti itu disebut dengan istilah konfiks. Lain halnya dengan me-kan, per-kan, memper-kan. Misalnya pada kata menggunakan, pergunakan, mempergunakan. Dalam hal ini akhiran kan lebih dahulu berfungsi pada kata bentukan itu daripada me-, per-, memper-. Bentukan imbuhan seperti ini tidak sama fungsinya dengan konfiks, untuk itu, perhatikan proses bentukan kata-kata di atas.
( 1 )  ke-an + kuat         = kekuatan
per-an+ debat      = perdebatan
peng-an + pukul  = pemukulan
( 2 )  guna + kan = gunakan, me+ gunakan  = menggunakan
guna= – kan = gunakan, per-+gunakan = pergunakan

2.3 Kesalahan Pembentukan Dan Pemilihan Kata
Pada bagian berikut akan diperhatikan kesalahan kasalahan penbentukan kata, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis.
a.      Penganggalan Awalan Me-
Penganggalan pada judul cerita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan me- harus eksplisit. Dibawah ini diperhatikan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Contoh:
a) Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Colombia (salah)
b) Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Colombia (benar)
b.      Penagnggalan Awalan Ber-
1.      Kata-kata yang berawalan Ber- sering mengandalkan awalan Ber. Padahal awalan Ber harus dieksplisitkan secara jelas. Berikut ini contoh salah dan benar dalam pemakaian.
Contoh:
1. a) Sampai jumpa lagi (salah)
1. b) Sampai berjumpa lagi (benar)
c.       Peluluhan Bunyi /c/
Kata dasar yang diawali bunyi c sering menjadi luluh apabila mendapat awalan me. Padahal tidak seperti itu.
Contoh:
1. a) Ali sedang menyuci mobil (salah)
1.      b) ali sedang mencuci mobil (benar)
d.      Penyengauan Kata Dasar
Ada gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya pencampuran antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian.
Contoh:
Nyopet, mandang, nulis, dan nambrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus menggunakan kata-kata mencopet,memandang, menulis, dan menembrak.
e.       Bunyi /s/, /k/, p/, dan /t/ yang Tidak Luluh
Kata dasar yang bunyi awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat awalan me atau pe. Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau.
Contoh:
1. a) Semua warga neraga harus mentaati peraturan yang berlaku (salah)
1. b) Semua warga neraga harus menaati peraturan yang berlaku (benar)

f.       Awalan Ke- yang Kelirugunaan
      Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering diberi awalan ke. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang tepat.
Contoh:
1. a) Pengendara mator itu meninggal karena ketambrak oleh kereta api (salah)
1. b) pengendara motor itu meninggal karena tertambrak oleh kereta api (benar)
Perlu tiketahui bahwa awalan ke hanya dapat menempel pada kata bilangan. Selain di depan kata bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.

g.      Pemakaian Akhiran –ir
      Pemakaian kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir adalah asi atau isasi.
Contoh:
1. a) Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu (salah)
1. b) Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu (benar)
h.      Padanan yang Tidak Serasi
      Terjadi ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang serasi, yang muncul dalam kehitupan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau yang tidak serasi. Hal itu, terjadi karena dua kaidah yang berselang, atau yang bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh:
1. a) karena modal dibank dibank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
1. b) karena modal dibank terbatas, tidak semua pengusah lemah memperoleh kredit (benar)
1. c) modal dibank terbatas sehingga, tidak semua pengusah lemah memperoleh kredit (benar)
Bentuk-bentuk diatas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi.
i.        Pemakaia Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
      Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, dan daripada sering dipertukarkan.
Contoh:
1.a) putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
2.a) putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)

j.        Pemakaian Akronim (singkatan)
      Yang dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan bentuk singkat ialah lab (laboratorium), memo (memeorandum) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia kadang-kadang tidak teratur.
k.Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemungkinan
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata purusan; kata pemukiman bersaing dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata pernalaran.
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhaikan dengan saksama, bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lain.
Contoh:
Tulis, menulis, penulis, penulisan, tulisan.\
Pilih, memilih, pemilih, pemilihan, pilihan
Ada lagi pembentukan kata yang mengikuti pola berikut
Contoh:
Tani, bertani, petani, pertanian
Mukim, bermukim, pemukim, permukiman
l.Penggunaan Kata yang Hemat
Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah kpemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering kita jumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros)
Contoh:
Boros hemat
Sejak sejak atau dari
Agar supaya agar atau supaya
Mempunyai pendirian berpendirian
Perbandingan kata yang hemat dan kata boros
1.a) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlakukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar (boros, salah).
1.b) Apabila suatu reservoir masihmempunyai cadangan minyak, diperlukan tenga dorong buatan untuk memproduksi munyak lebih besar. (salah).
1.c) Untuk mengksplorasi dan mengeksploitas munyak dan gas bumi di mana sebagai sumber devisa negaa diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (benar)
m.Analogi
Di dalam dunia olahraga tertapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan kata bertinju berarti ‘orang yang (biasa) bertinju’, bukan ‘orang yang (biasa ) meninju’.
Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesilat, petenis, pesenam dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan teecipta bentukan seperti berikut ini
Petinju ‘orang yang bertinju’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Petenis ‘orang yang bertenis’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
n.Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak bahsa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1)Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan seperti
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
2)Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
Dua tempat
Sepuluh computer
3)Bentuk jamak dengan menmbahkan kata Bantu jamak seperti
Para tamu
4)Bentuk jamak dengan menggunakn kata ganti orang seperti
Mereka kita
Kami kalian

 BAB III
PENUTUP
a.      Simpulan
kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan  khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku.
Faktor afiksasi memegang peranan penting dalam pemakaian bahasa Indonesia, khususnya dalam segi pembentukan kata. Menurut posisinya, afiks atau imbuhan bahasa Indonesia terbagi atas tiga jenis imbuhan, jenis awalan, akhiran, dan sisipan.

b.      Saran
Dengan penulisan karya ilmiah ini, penulis menyarankan bahwa dalam penggunaan sebuah bahasa penting adanya karena kita sebagai mahkluk sosial tidak liput dari sebuah interaksi yang tentunya tak terlepas dari bahasa. Oleh sebab itu pentingnya penggunaan bahasa yang baik dan benar harus diketahui. Tak lupa pula penulis menyarankan kepada khalayak pembaca agar kiranya mampu melakukan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah yang selanjutnya.

 DAFTAR PUSTAKA
·         http://7assalam9.wordpress.com/kesalahan-pembentukan-dan-pemilihan-kata/
·         http://bacpjj.unismuh.ac.id/new/?p=61
·         Wojowasito, 1977, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa  Ibu), Bandung: Shinta Dharma



Selasa, 19 Juni 2012

PSIKOLINGUISTIK


Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa oleh manusia. Dalam kajian linguistik membahas beberapa cakupannya yaitu; Tindak-Tindak Bahasa, Tata Bahasa Dari Sudut Psikolinguistik, Pemerolehan Bahasa, Biologi dan Bahasa, Makna Bahasa, serta Bahasa dan Pikiran.

Tindak-tindak bahasa
Dalam tindak-tindak bahasa dipelajari mengenai fungsi Bahasa sebagai  suatu alat komunikasi dengan tujuan menyampaikan pesan kepada lawan bicara baik secara lisan maupun secara tertulis.
            Teori tindak bahasa membagi tiga bentuk kalimat secara umum yaitu: pernyataan, pertanyaan, serta perintah. Pembicara melakukan tiga tindak bahasa sekaligus, sebagaimana yang dipaparkan Austin yaitu; tindak bahasa lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Tata bahasa dari sudut psikolinguistik
Yang dibicarakan dalam bab tata bahasa dari sudut psikolinguistik adalah resepsi bunyi ujar (persepsi fonologi dan  persepsi kalimat), pengungkapan pikiran (keterangan umum dan pengungkapan pikiran secara lisan), ingatan dan daya ingat (keterangan umum, hal-hal yang mempengaruhi ingatan, kendala-kendala dalam peroses rekonstruksi bentuk yang menghambat ingatan dan ingatan akan citera-citeranya).

Pemerolehan bahasa
            Pemerolehan bahasa pertama (BI) diperoleh  dalam keluarga hingga umur 5 tahun bahkan  menginjak masa pubertas hingga dewasa (kira-kira umur 12 – 20 tahun), anak itu masih belajar tentang bahasa pertamanya. Dalam pemerolehan bahasa dikenal beberapa tahap; tahap pengocehan (babbling stage), satu kata satu frasa (holopharistic stage), tahap dua kata satu frase, tahap meneyerupai telegram.
            Pemerolehan bahasa ke dua (B2)  diperoleh melalui dua cara yaitu; pemerolehan  B2 yang terpimpin, dan diperoleh secara alamiah

Biologi dan bahasa
Pada dasarnya perkembangan bahasa manusia  itu terkait erat  dengan faktor biologinya. Faktor yang juga sangat penting dalam penguasaan bahasa adalah faktor neorologis.
Apabila imput yang masuk adalah dalam bentuk lisan, maka bunyi-bunyi tersebut diolah secara rinci sekali. Setelah diterima, dicerna, dan diolah seperti ini maka maka lahirlah interpretasi (bahasa).

Makna bahasa
Bahasa merupakan pembawa makna (alat penyampaian) dari sumber makna (pembicara atau pengirim) ke alamat (tujuan/penerima/pendengar). Makna yang disampaikan dapat berupa perasaan, kainginan, pengetahuan, peringatan, pendapat, dan lain-lain. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya pengkajian makna khususnya makna kata dan kalimat untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam peruses komunikasi

Bahasa dan pikiran
Antara bahasa dan pikiran adalah dua hal yang berbeda namun memiliki keterkaitan yang tak terpisahkan dikarenakan orang tak akan mampu berbahasa dengan baik tanpa berpikir secara baik pula. 
Bahasa sebagian ditentukan oleh pikiran, kemampuan melakukan sesuatu dan factor sosial budaya yang dimiliki oleh manusia pada umumnya.Disamping itu bahasa juga dibatasi oleh keterbatasan manusia , keterbatasan daya ingat, alat wicara, alat pendengar serta indra yang lain.Oleh karena itu bahasa-bahasa di dunia memiliki kesamaan-kesamaan tertentu yang disebut kemestaan bahasa. Sebaliknya bahasa juga ditentukan pikiran, teknologi, dan kebudayaan pemakainya, oleh karena itu tentu saja ada beberapa perbedaan antara bahasa yang satu dengan yang lain. Bahasa merupakan alat untuk berpikir, oleh karena itu orang yang menguasai bahasa yang berbeda akan mempunyai cara berpikir yang berbeda pula , karena mereka mempunyai konsep-konsep yang berbeda sesuai dengan bahasa yang dikuasainya. Sebaliknya bahasa juga dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan berpikir dan teknologi.Bahasa dan pikiran manusia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi dan saling melengkapi.