BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Dewasa ini,
bahasa Indonesia semakin diminati oleh
orang-orang asing atau orang luar negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyak
dibukanya lembaga-lembaga yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
asing baik di Indonesia maupun di luar negeri. Namun tidak dinafikkan adanya
keaslaha-kesalahan yang terjadi dalam penggunaan bahasa tersebut.
Ada dua
jenis kesalahan berbahasa yakni,
(1) kesalahan terbuka dan (2)
kesalahan tertutup. Kesalahan terbuka adalah kesalahan berbahasa pada tingkat
ketatabahasaan yang terlihat dalam kalimat-kalimat yang dihasilkan pembelajar.
Kesalahan tertutup merupakan kesalahan yang tersembunyi di balik kalimat yang
tersusun secara benar menurut tata bahasa; secara benar menurut kaidah ketatabahasaan
tetapi tidak benar dari sudut semantiknya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesalahan-kesalahan terjadi karena
adanya kesulitan dari pembelajar mempunyai arti yang penting bagi peneliti
yaitu mereka dapat bukti tentang cara bahasa itu dipelajari terlebih dapat
diketahui strategi atau metode yang tepat untuk pembelajarannya (Soenardji,
1989: 143-144).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, permasalahan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Pengertian Kesalahan Berbahasa ?
2.
Kesalahan
Pembentukan Kata ?
3.
Kesalahan
Pembentukan Dan Pemilihan Kata ?
3.
Tujuan Penulisan
Tujuan – tujuan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Menjelaskan Pengertian Kesalahan Berbahasa
2.
Menjelaskan
Kesalahan Pembentukan Kata
3.
Menjelaskan
Kesalahan Pembentukan Dan Pemilihan Kata
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa
Dalam bukunya yang berjudul “Common Error in
Language Learning” H.V. George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa
adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan (unwanted form)
khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan
guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan adalah
bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku. Hal ini sesuai
dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa yang pertama-tama harus
dipikirkan sebelum mengadakan pembahasan tentang berbagai pendekatan dan
analisis kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan atau
kesalahan. Sebagian besar guru bahasa Indonesia menggunakan kriteria ragam
bahasa baku sebagai standar penyimpangan.
Pengertian kesalahan berbahasa dibahas juga oleh S.
Piet Corder dalam bukunya yang berjudul Introducing Applied Linguistics.
Dikemukakan oleh Corder bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah
pelanggaran terhadap kode berbahasa. Pelanggaran ini bukan hanya bersifat
fisik, melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan
penguasaan terhadap kode. Si pembelajar bahasa belum menginternalisasikan kaidah
bahasa (kedua) yang dipelajarinya. Dikatakan oleh Corder bahwa baik penutur
asli maupun bukan penutur asli sama-sama mempunyai kemugkinan berbuat kesalahan
berbahasa.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian
kesalahan berbahasa yang telah disebutkan di atas, dapatlah dikemukakan bahwa
kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan
berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang
dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca
yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan
sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Adapun sistem kaidah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai standar acuan atau
kriteria untuk menentukan suatu bentuk tuturan salah atau tidak adalah sistem
kaidah bahasa baku. Kodifikasi kaidah bahasa baku dapat kita lihat dalam buku Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Karakteristik bahasa baku antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Penggunaan konjungsi-konjungsi seperti bahwa, karena secara
konsisten dan eksplisit.
- Penggunaan
partikel kah dan pun secara konsisten.
- Penggunaan
fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten.
- Penggunaan
meN- dan ber- secara konsisten.
- Penggunaan
pola frase verbal aspek+agen+verba secara konsisten, misalnya Surat
ini sudah saya baca. Bandingkan dengan bentuk
yang sudah baku Surat ini saya sudah baca.
- Penggunaan
konstruksi yang sintetis, misalnya mobilnya bandingkan dengan
bentuk yang tidak baku dia punya mobil, membersiihkan bandingkan
dengan bentuk tidak baku bikin bersih, memberi tahu bandingkan
dengan bentuk tidak baku kasih tahu.
- Terbatasnya
jumlah unsur leksikal dan gramatikal dari dialek-dialek regional dan
bahasa-bahasa daerah yang masih dianggap asing.
- Pengunaan
popularitas tutur sapa yang konsisten, misalnya saya-tuan, saya-saudara.
- Pengunaan
unsur-unsur leksikal yang baku, misalnya:
Leksikal baku Leksikal tidak baku
mengapa
kenapa
begini
gini
berkata
bilang
tidak
nggak
tetapi
tapi
Senin
Senen
Rabu
Rebo
Kamis
Kamis
Jumat
Jum’at
Sabtu
Saptu
daripada
ketimbang
senyampang
mumpung
seperti
kayak
oleh karena itu
makanya
Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan
berbahasa. Keduanya memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang
menyimpang. Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis kerena belum
dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan. Kekeliruan berbahasa tidak
terjadi secara sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah
bahasa yang bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem
kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasai.
Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor performansi.
Keterbatasan dalam mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam
melaflakan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata, atau kalimat, dsb.
Kekeliruan ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada berbaga tataran linguistik.
Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh siswa bila yang bersangkutan,
lebih mawas diri, lebih sadar atau memusatkan perhatian. Siswa sebenarnya telah
mengetahui sistem linguistik bahasa yang digunakan, tetapi karena suatu hal dia
lupa akan sistem tersebut. Kelupaan itu biasanya tidak lama.
Sebaliknya, kesalahan disebabkan oleh faktor
kompetensi, artinya siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang
digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten dan sistematis.
Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbaikan
biasanya dilakukan oleh guru, misalnya melalui remedial, latihan, praktik, dsb.
Sering dikatakan bahwa kesalahan merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa
akan sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya. Bila tahap pemahaman siswa
tentang sistem bahasa yang sedang dipelajari olehnya ternyata kurang, kesalahan
berbahasa tentu sering terjadi. Namun, kesalahan berbahasa akan berkurang
apabila tahap pemahaman semakin meningkat. Perhatikan tabel berikut ini!
KATEGORI
Sudut pandang
|
KESALAHAN
|
KEKELIRUAN
|
|
KompetensiSistematis
Agak Lama
Belum Dikuasai
Penyimpangan
Dibantu oleh guru: latihan, pengajaran remedial
|
PerformansiTidak Sistematis
Sementara
Sudah Dikuasai
Penyimpangan
Siswa Sendiri
Pemusatan Perhatian
|
2.2.
Kesalahan Pembentukan Kata
A. Kesalahan
Bentukan.
Faktor
afiksasi memegang peranan penting dalam pemakaian bahasa Indonesia, khususnya
dalam segi pembentukan kata. Menurut posisinya, afiks atau imbuhan bahasa
Indonesia terbagi atas tiga jenis imbuhan, jenis awalan, akhiran, dan sisipan.
Di antara ketiga jenis imbuhan, jenis yang disebut terakhir tidak begitu produktif
dalam peristiwa pembentukan kata. Karena itu, kesalahan pemakaian jenis imbuhan
tersebut tidak begitu banyak dilakukan para pemakai bahasa Indonesia jika
dibandingkan dengan kedua jenis imbuhan lainnya.
Dalam
kata bentuk-bentuk awalan menduduki posisi awal kata. Awalan yang tinggi
frekuensi pemakaiannya yaitu: awalan meng-, ber-, pe-, ber-, di-, ke-, ter-,
dan se-. Di antara awalan itu di samping ada yang memiliki bentuk yang tetap,
terdapat pula yang mengalami bentuk perubahan bunyi. Hal itu tidak menutup
kemungkinan para pemakai bahasa Indonesia dalam melakukan kesalahan mengucapkan
bentuk-bentuk tersebut. Kesalahan lainnya dapat terjadi dalam segi fungsi
awalan itu, baik dalam segi gramatikalnya maupun semantisnya.
Kesalahan-kesalahan dalam pemakaian awalan akan kita analisis pada bagian
pertama modul.
B.
Kesalahan Bidang Imbuhan.
Akhiran
merupakan jenis imbuhan atau afiks yang menduduki posisi akhir kata bentukan.
Ada tiga macam akhiran bentukan utama bahasa Indonesia, yaitu akhiran an, kan,
dan i. Dalam peristiwa pembentukan kata ketiga akhiran itu tidak mengalami
perubahan bentuk. Contoh: makan+_an manjadi makanan, lari+ kan menjadi larikan
garam+ i menjadi garami.
Alaupun
demikian, terdapat keistimewaan pada peristiwa pembentukan kata dengan –i. Hal
ini –i tidak pernah menghasilkan kata bentukan dari kata dasar yang terakhir
dengan fonem i, misalnya kata dasar lari, mati, suci, padi tidak dapat dibentuk
menjadi larii, matii, suci dan sebagainya.
Dalam
prakteknya sering terjadi penyimpangan pemakaian akhiran baik dalam segi bentuk
ataupun fungsinya. Ditinjau dari segi bentuk kata, pemakaian akhiran i pada
contoh kalimat-kalimt (1) dari sistem akhiran i bahasa Indonesia. Dalam hal
ini, kata dasar kursi berakhir dengan /i/ sehingga tidak mungkin dibentuk lagi
dengan akhiran i. Tetapi, dilihat dari fungsinya i pada kedua bentukan itu
berfungsi gramatik; yaitu membentuk kata kerja transitif. Begitu pula, akhiran
tersebut berfungsi semantik, yaitu mengandung makna “memberikan“ atau
“membubuhkan”. Cara lain untuk mengemukakan maksud atau gagasan yang terkandung
dalam bentuk tersebut yaitu pembentukan kata dengan menggunakan akhiran in
seperti terlihat pada contoh kalimat di bawahnya.
C.
Kesalahan Berbahasa dalam Penggabungan Imbuhan.
Dalam
peristiwa pembentukan kata sering terjadi peristiwa penggabungan imbuhan, baik
antara awalan dengan awalan ataupun antara awalan dengan akhiran. Dalam hal ini
terdapat dua macam penggabungan, yaitu penggabung yang dilakukan secara
serempak dan penggabungan yang dilakukan secara bertahap. Hal yang pertama,
misalnya terjadi pada kata kekuatan, perdebatan, pemukulan. Dalam hal ini
ke-an, per-an dan peN-an secara serempak membentuk ketiga kata bentukan di atas
dengan menggunakan kata dasar kuat, debat dan pukul. Karena kedua macam imbuhan
itu masing-masing tidak berdiri sendiri, maka makna yang dikandungnya pun
merupakan satu kesatuan. Imbuhan seperti itu disebut dengan istilah konfiks.
Lain halnya dengan me-kan, per-kan, memper-kan. Misalnya pada kata menggunakan,
pergunakan, mempergunakan. Dalam hal ini akhiran kan lebih dahulu berfungsi
pada kata bentukan itu daripada me-, per-, memper-. Bentukan imbuhan seperti
ini tidak sama fungsinya dengan konfiks, untuk itu, perhatikan proses bentukan
kata-kata di atas.
( 1 )
ke-an + kuat = kekuatan
per-an+
debat = perdebatan
peng-an +
pukul = pemukulan
( 2 )
guna + kan = gunakan, me+ gunakan = menggunakan
guna= – kan
= gunakan, per-+gunakan = pergunakan
2.3 Kesalahan Pembentukan Dan Pemilihan Kata
Pada bagian berikut akan diperhatikan
kesalahan kasalahan penbentukan kata, baik dalam bahasa lisan maupun dalam
bahasa tulis.
a.
Penganggalan Awalan Me-
Penganggalan
pada judul cerita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya
awalan me- harus eksplisit. Dibawah ini diperhatikan bentuk yang salah dan
bentuk yang benar.
Contoh:
a) Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Colombia (salah)
a) Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Colombia (salah)
b) Amerika serikat
meluncurkan pesawat bolak-balik Colombia (benar)
b.
Penagnggalan Awalan Ber-
1. Kata-kata yang berawalan Ber- sering
mengandalkan awalan Ber. Padahal awalan Ber harus dieksplisitkan secara jelas.
Berikut ini contoh salah dan benar dalam pemakaian.
Contoh:
1. a) Sampai jumpa lagi (salah)
Contoh:
1. a) Sampai jumpa lagi (salah)
1. b) Sampai berjumpa
lagi (benar)
c.
Peluluhan Bunyi /c/
Kata
dasar yang diawali bunyi c sering menjadi luluh apabila mendapat awalan me.
Padahal tidak seperti itu.
Contoh:
1. a) Ali sedang menyuci mobil (salah)
1. a) Ali sedang menyuci mobil (salah)
1. b) ali sedang mencuci mobil (benar)
d.
Penyengauan Kata Dasar
Ada
gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini sebenarnya
adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya pencampuran antara
ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam
pemakaian.
Contoh:
Nyopet, mandang, nulis, dan nambrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus menggunakan kata-kata mencopet,memandang, menulis, dan menembrak.
Nyopet, mandang, nulis, dan nambrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus menggunakan kata-kata mencopet,memandang, menulis, dan menembrak.
e.
Bunyi /s/, /k/, p/, dan /t/ yang
Tidak Luluh
Kata
dasar yang bunyi awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat
awalan me atau pe. Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur
menjadi bunyi sengau.
Contoh:
1. a) Semua warga neraga harus mentaati peraturan yang berlaku (salah)
1. b) Semua warga neraga harus menaati peraturan yang berlaku (benar)
1. a) Semua warga neraga harus mentaati peraturan yang berlaku (salah)
1. b) Semua warga neraga harus menaati peraturan yang berlaku (benar)
f.
Awalan Ke- yang Kelirugunaan
Pada
kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering diberi
awalan ke. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang
tepat.
Contoh:
1. a) Pengendara mator itu meninggal karena ketambrak oleh kereta api (salah)
1. b) pengendara motor itu meninggal karena tertambrak oleh kereta api (benar)
Perlu tiketahui bahwa awalan ke hanya dapat menempel pada kata bilangan. Selain di depan kata bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.
Contoh:
1. a) Pengendara mator itu meninggal karena ketambrak oleh kereta api (salah)
1. b) pengendara motor itu meninggal karena tertambrak oleh kereta api (benar)
Perlu tiketahui bahwa awalan ke hanya dapat menempel pada kata bilangan. Selain di depan kata bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.
g.
Pemakaian Akhiran –ir
Pemakaian
kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia
sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir adalah asi
atau isasi.
Contoh:
1. a) Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu (salah)
1. a) Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu (salah)
1. b) Saya sanggup
mengkoordinasi kegiatan itu (benar)
h.
Padanan yang Tidak Serasi
Terjadi
ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang serasi, yang
muncul dalam kehitupan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau yang
tidak serasi. Hal itu, terjadi karena dua kaidah yang berselang, atau yang
bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh:
1. a) karena modal dibank dibank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
1. a) karena modal dibank dibank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
1. b) karena modal dibank
terbatas, tidak semua pengusah lemah memperoleh kredit (benar)
1. c) modal dibank terbatas sehingga, tidak semua pengusah lemah memperoleh kredit (benar)
Bentuk-bentuk diatas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi.
1. c) modal dibank terbatas sehingga, tidak semua pengusah lemah memperoleh kredit (benar)
Bentuk-bentuk diatas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi.
i.
Pemakaia Kata Depan di, ke, dari,
bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam
pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, dan daripada sering
dipertukarkan.
Contoh:
1.a) putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
1.a) putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
2.a) putusan pemerintah
itu melegakan hati rakyat. (benar)
j.
Pemakaian Akronim (singkatan)
Yang
dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud
dengan bentuk singkat ialah lab (laboratorium), memo (memeorandum) dan
lain-lain. Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia kadang-kadang
tidak teratur.
k.Penggunaan Kesimpulan,
Keputusan, Penalaran, dan Pemungkinan
Kata-kata kesimpulan
bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan bersaing
pemakaiannya dengan kata purusan; kata pemukiman bersaing dengan kata
permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata pernalaran.
Pembentukan
kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten.
Kalau kita perhaikan dengan saksama, bentukan kata itu memiliki hubungan antara
yang satu dengan yang lain.
Contoh:
Tulis, menulis, penulis, penulisan, tulisan.\
Tulis, menulis, penulis, penulisan, tulisan.\
Pilih, memilih, pemilih,
pemilihan, pilihan
Ada lagi pembentukan kata
yang mengikuti pola berikut
Contoh:
Tani, bertani, petani, pertanian
Tani, bertani, petani, pertanian
Mukim, bermukim, pemukim,
permukiman
l.Penggunaan Kata yang
Hemat
Salah satu ciri pemakaian
bahasa yang efektif adalah kpemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi.
Namun dalam komunikasi sehari-hari sering kita jumpai pemakaian kata yang tidak
hemat (boros)
Contoh:
Boros hemat
Boros hemat
Sejak sejak atau dari
Agar supaya agar atau
supaya
Mempunyai pendirian
berpendirian
Perbandingan kata yang
hemat dan kata boros
1.a) Apabila suatu
reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlakukan tenaga dorong
buatan untuk memproduksi minyak lebih besar (boros, salah).
1.b) Apabila suatu
reservoir masihmempunyai cadangan minyak, diperlukan tenga dorong buatan untuk
memproduksi munyak lebih besar. (salah).
1.c) Untuk mengksplorasi
dan mengeksploitas munyak dan gas bumi di mana sebagai sumber devisa negaa
diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (benar)
m.Analogi
Di dalam dunia olahraga tertapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan kata bertinju berarti ‘orang yang (biasa) bertinju’, bukan ‘orang yang (biasa ) meninju’.
Di dalam dunia olahraga tertapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan kata bertinju berarti ‘orang yang (biasa) bertinju’, bukan ‘orang yang (biasa ) meninju’.
Dewasa ini dapat dijumpai
banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesilat, petenis, pesenam
dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan teecipta bentukan seperti berikut
ini
Petinju ‘orang yang
bertinju’
Pesilat ‘orang yang
bersilat’
Petenis ‘orang yang
bertenis’
Pesenam ‘orang yang
bersenam’
n.Bentuk Jamak dalam
Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian
sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak bahsa Indonesia
sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa
Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1)Bentuk jamak dengan
melakukan pengulangan kata yang bersangkutan seperti
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
2)Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
2)Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
Dua tempat
Sepuluh computer
3)Bentuk jamak dengan
menmbahkan kata Bantu jamak seperti
Para tamu
4)Bentuk jamak dengan
menggunakn kata ganti orang seperti
Mereka kita
Kami kalian
PENUTUP
a.
Simpulan
kesalahan berbahasa
adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak
diinginkan oleh penyusun program dan guru pengajaran bahasa. Bentuk-bentuk
tuturan yang tidak diinginkan adalah bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang dari
kaidah bahasa baku.
Faktor
afiksasi memegang peranan penting dalam pemakaian bahasa Indonesia, khususnya
dalam segi pembentukan kata. Menurut posisinya, afiks atau imbuhan bahasa
Indonesia terbagi atas tiga jenis imbuhan, jenis awalan, akhiran, dan sisipan.
b.
Saran
Dengan
penulisan karya ilmiah ini, penulis menyarankan bahwa dalam penggunaan sebuah
bahasa penting adanya karena kita sebagai mahkluk sosial tidak liput dari
sebuah interaksi yang tentunya tak terlepas dari bahasa. Oleh sebab itu
pentingnya penggunaan bahasa yang baik dan benar harus diketahui. Tak lupa pula
penulis menyarankan kepada khalayak pembaca agar kiranya mampu melakukan
kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah yang selanjutnya.
·
http://7assalam9.wordpress.com/kesalahan-pembentukan-dan-pemilihan-kata/
·
http://bacpjj.unismuh.ac.id/new/?p=61
·
Wojowasito, 1977, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing,
Bukan Bahasa Ibu), Bandung: Shinta
Dharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar